Quiet Quitting: Bekerja Secukupnya, Bukan Malas Bekerja
Rabu, 4 Juni 2025 08:40 WIB
Quiet quitting adalah respons terhadap budaya kerja berlebihan dan kelelahan mental.
***
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia kerja dihebohkan dengan tren quiet quitting, di mana karyawan memilih untuk tidak memberikan usaha lebih dari yang diwajibkan. Namun, belakangan muncul istilah baru: quite quitting. Fenomena ini menggambarkan karyawan yang tetap bertahan di pekerjaannya tetapi hanya melakukan tugas minimum tanpa motivasi untuk berkembang.
Apa sebenarnya quite quitting? Mengapa semakin banyak orang memilih pendekatan ini? Bagaimana dampaknya bagi perusahaan dan karir individu? Artikel ini akan membahas secara mendalam, dilengkapi dengan solusi untuk menghindari jebakan quite quitting.
Apa Itu Quite Quitting?
Quite quitting (terkadang disebut soft quitting) adalah kondisi di mana seorang karyawan tetap bekerja di suatu perusahaan tetapi tidak memiliki ambisi untuk berkembang, mengambil inisiatif, atau memberikan kontribusi di luar tanggung jawab dasar.
Perbedaan dengan Quiet Quitting:
-
Quiet Quitting: Menolak kerja lembur atau tugas ekstra, tetapi tetap memenuhi job description dengan baik.
-
Quite Quitting: Hanya melakukan pekerjaan seperlunya, tanpa antusiasme atau keinginan untuk meningkatkan performa.
Ciri-ciri Karyawan yang Quite Quitting:
✔ Hanya mengerjakan tugas wajib, menolak proyek tambahan.
✔ Tidak tertarik dengan promosi atau pengembangan skill.
✔ Kurang terlibat dalam meeting atau diskusi tim.
✔ Sikap kerja "yang penting tidak dipecat".
Penyebab Quite Quitting
1. Burnout & Stres Kerja
Beban kerja berlebihan, tekanan deadline, atau lingkungan kerja toksik bisa membuat karyawan kehilangan gairah bekerja. Alih-alih resign, mereka memilih bertahan dengan usaha minimal.
2. Tidak Ada Pengakuan atau Apresiasi
Ketika hasil kerja keras tidak dihargai, karyawan merasa usaha ekstra mereka sia-sia. Ini memicu sikap "Untuk apa berusaha lebih?".
3. Gaji Tidak Sesuai Ekspektasi
Upah yang stagnan sementara biaya hidup naik bisa menurunkan motivasi. Karyawan merasa perusahaan tidak peduli pada kesejahteraan mereka.
4. Tidak Ada Peluang Pengembangan
Perusahaan yang tidak menawarkan pelatihan, promosi, atau tantangan baru membuat karyawan merasa terjebak dalam posisi yang sama.
5. Perubahan Prioritas Hidup
Generasi muda (Gen Z & Milenial) cenderung lebih mementingkan work-life balance daripada karir. Bagi mereka, bekerja sekadar untuk hidup, bukan sebaliknya.
Dampak Quite Quitting
Bagi Karyawan:
-
Karir Mandek: Tidak ada perkembangan skill atau jenjang karir.
-
Kepuasan Kerja Rendah: Merasa terjebak dalam rutinitas tanpa tujuan.
-
Risiko PHK: Jika kinerja terus menurun, bisa menjadi prioritas saat perusahaan melakukan efisiensi.
Bagi Perusahaan:
-
Produktivitas Menurun: Tim kehilangan inisiatif dan inovasi.
-
Budaya Kerja Negatif: Sikap apatis bisa menular ke rekan lain.
-
Turnover Tinggi: Karyawan berbakat mungkin memilih keluar karena frustrasi dengan rekan yang pasif.
Solusi Mengatasi Quite Quitting
Untuk Perusahaan:

Penulis Indonesiana
3 Pengikut

Tradisi Idul Adha di 10 Daerah Indonesia: Warisan Iman dan Budaya yang Harmonis
Kamis, 5 Juni 2025 23:54 WIB
Columbian Exchange: Pertukaran Besar yang Mengubah Dunia Selamanya
Kamis, 5 Juni 2025 23:53 WIBArtikel Terpopuler